0

Resusitasi Bayi Baru Lahir

Penatalaksanaan Resusitasi Bayi Baru Lahir

Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir
Sumber gambar:
nursingcrib.com
Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa BBL perlu resusitasi, tindakan harus segera dilakukan. Penundaan pertolongan membahayakan bayi. Letakkan bayi di tempat yang kering. Pemotongan tali pusat dapat dilakukan di atas perut ibu atau dekat perineum.

Pemotongan tali pusat

  • Pola di atas perut ibu
    Bidan yang sudah terbiasa dan terlatih meletakkan bayi di atas kain yang ada di perut ibu dengan posisi kepala sedikit ekstensi, selimuti bayi dengan kain, tetapi bagian dada dan perut tetap terbuka kemudian klem dan potong tali pusat. Tali pusat tidak usah diikat dulu, tidak dibubuhkan apapun dan tidak dibungkus.
  • Pola dekat perineum ibu
    Jika tali pusat sangat pendek sehingga cara pertama tidak memungkinkan, setelah bayi baru lahir dinilai, letakkan bayi di atas kain yang ada di dekat perineum ibu, kemudian segera klem dan potong tali pusat (tanpa diikat), tidak bubuhi apapun dan tidak dibungkus.

Tindakan resusitasi bayi baru lahir (bagan alur) 

Jika bayi tidak cukup bulan dan tidak bernapas atau bernapas mega-megap dan atau tonus otot tidak baik
Sambil memulai langkah awal:
  • Beritahukan ibu dan keluarga, bahwa bayi mengalami kesulitan bernapas dan bahwa Anda akan menolongnya
  • Mintalah salah seorang keluarga mendampingi ibu untuk memberi dukungan moral, menjaga ibu dan melaporkan bila ada perdarahan.

Tahap I: Langkah Awal

1. Jaga bayi tetap hangat
  • Letakkan bayi di atas kain ke-1 yang ada di atas perut ibu atau sekitar 45 cm dari perineum
  • Selimuti bayi dengan kain tersebut, wajah, dada dan perut tetap terbuka, potong tali pusat
  • Pindahkan bayi yang telah diselimuti kain ke-1 ke atas kain ke-2 yang telah digelar di tempat resusitasi
  • Jaga bayi tetap diselimuti wajah dan dada terbuka di bawah pemancar panas.
2. Atur posisi bayi
  • Letakkan bayi di atas kain ke-1 yang ada di atas ibu atau sekitar 45 cm dari perineum
  • Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit ekstensi dengan mengganjal bahu.
Posisi menghidu
Posisi menghidu. Sumber gambar: glown.com
3. Isap lendir
Gunakan alat penghidap DeLee dengan cara sebagai berikut:
  • Isap lendir mulai dari mulut dahulu, kemudian hidung
  • Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada waktu dimasukkan
  • Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam yaitu jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas. Untuk hidung jangan melewati cuping hidung.
Jika dengan balon karet penghisap lakukan dengan cara sebagai berikut:
  • Tekan bola di luar mulut dan hidung
  • Masukkan ujung pengisap di mulut dan lepaskan tekanan pada bola (lendir akan terisap)
  • Untuk hidung, masukkan di lubang hidup sampai cuping hidung dan lepaskan.
Isap lendir BBL
Resusitasi. Isap lendir BBL. Sumber gambar: helid.digicollection.org
4. Keringkan dan rangsang bayi
  • Keringkan bayi dengan kain ke-1 mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Tekanan ini dapat merangsang BBL mulai menangis
  • Rangsangan taktil berikut dapat juga dilakukan untuk merangsang BBL mulai bernapas:
    • Menepuk/ menyentil telapak kaki; atau
    • Menggosok punggung/ perut/ dada/ tungkai bayi dengan telapak tangan
  • Ganti kain ke-1 yang telah basah dengan kain ke-2 yang kering dibawahnya
  • Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka dan dada agar bisa memantau pernapasan bayi.
5. Atur kembali posisi kepala bayi
  • Atur kembali posisi bayi menjadi posisi menghidu

Langkah penilaian bayi

Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak bernapas atau megap-megap
  • Bila bayi bernapas normal: lakukan asuhan pasca resusitasi
  • Bila bayi megap-megap atau tidak bernapas: mulai lakukan ventilasi bayi.

Tahap II: Ventilasi

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.
Langkah-langkah:
1. Pasang sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.
2. Ventilasi 2 kali
Lakukan tiupan atau remasan dengan tekanan 30 cm air
Tiupan awal tabung-sungkup atau remasan awal balon-sungkup sangat penting untuk menguji apakah jalan napas bayi terbuka dan membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas.
Lihat apakah dada bayi mengembang
Tindakan ventilasi BBL
Tindakan ventilasi BBL sambil memperhatikan dada bayi. Sumber gambar: helid.digicollection.org
Saat melakukan tiupan atau remasan perhatikan apakah dada bayi mengembang.
Jika tidak mengembang:
  • Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor
  • Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu
  • Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan pengisapan
  • Lakukan tiupan atau remasan 2 kali dengan tekanan 30 cm air, jika dada mengembang lakukan tahap berikutnya.
3. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
  • Tiup tabung atau remas balon resusitasi sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai bernapas spontan dan menangis
  • Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau peremasan, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang napas.
Jika bayi mulai bernapas/ tidak megap-megap dan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap.
  • Lihat dada apakah ada retraksi
  • Hitung frekuensi napas per menit
    Jika bernapas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat:
    • Jangan ventilasi lagi
    • Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit dada ibu dan lanjutkan asuhan BBL
    • Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan kehangatan
Jangan tinggalkan bayi sendiri.
Lakukan asuhan pasca resusitasi.
Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi.
4. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang napas
  • Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)
  • Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan penilaian ulang bayi, apakah bernapas, tidak bernapas atau megap-megap
Jika bayi mulai bernapas normal/ tidak megap-megap dan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik.
5. Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi
  • Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi, apa yang Anda lakukan dan mengapa
  • Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan
  • Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan
  • Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medik persalinan
6. Lanjutkan ventilasi, nilai ulang napas dan nilai denyut jantung
  • Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)
  • Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan nilai ulang napas dan nilai jantung.
Jika dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar, ventilasi 10 menit. Hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan.
Bayi yang mengalami henti jantung 10 menit kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang permanen.

Tahap III: Asuhan pasca resusitasi

Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan yang diberikan sesuai dengan hasil resusitasi (asuhan pasca resusitasi)yaitu:
  • Jika resusitasi berhasil
  • Jika perlu rujukan
  • Jika resusitasi tidak berhasil

Tindakan resusitasi BBL jika air ketuban bercampur mekonium

Apakah mekonium itu?
Mekonium adalah feses pertama dari BBL. Mekonium kental pekat dan berwarna hijau kehitaman.
Kapan mekonium dikeluarkan?
Biasanya BBL mengeluarkan mekonium pertama kali sesudah persalinan (12 – 24 jam pertama). Kira-kira 15% kasus mekonium dikeluarkan sebelum persalinan dan bercampur dengan air ketuban, hal ini menyebabkan cairan ketuban ebrwarna kehijauan. Mekonium jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila mekonium telah terlihat sebelum persalinan dan bayi pada posisi kepala, monitor bayi dengan seksama karena ini merupakan tanda bahaya.
Apa yang menyebabkan janin mengeluarkan mekonium sebelum persalinan?
Tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan. Kadang-kadang janin tidak memperoleh oksigen yang cukup (gawat janin). Kekurangan oksigen dapat meningkatkan gerakan usus dan membuat relaksasi otot anus sehingga janin mengeluarkan mekonium. Bayi-bayi dengan risiko lebih tinggi untuk gawat janin seringkali memiliki lebih sering pewarnaan air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan), misalnya bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) atau bayi post matur.
Apakah bahaya air ketuban bercampur mekonium?
Mekonium yang dikeluarkan dan bercampur air ketuban dapat masuk ke dalam paru-paru janin di dalam rahim atau sewaktu bayi mulai bernapas saat lahir. Tersedak mekonium dapat menyebabkan pneumonia dan mungkin kematian.
Apa yang dapat dilakukan untuk membantu seorang bayi bila terdapat air ketuban bercampur mekonium?
Siap untuk melakukan resusitasi bayi apabila cairan ketuban bercampur mekonium. Langkah-langkah tindakan resusitasi pada bayi baru lahir jika air ketuban bercampur mekonium sama dengan pada bayi yang air ketubannya tidak bercampur mekonium hanya berbeda pada:
  • Setelah seluruh badan bayi lahir: penilaian apakah bayi menangis/ bernapas/ bernapas normal/ megap-megap/ tidak bernapas?
Jika menangis/ bernapas normal, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, lanjutkan dengan langkah awal.
Jika megap-megap atau tidak bernapas, buka mulut lebar, dan isap lendir di mulut, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, dilanjutkan dengan langkah awal.

Keterangan: Pemotongan tali pusat dapat merangsang pernapasan bayi, apabila masih ada air ketuban dan mekonium di jalan napas, bayi bisa tersedak (aspirasi).
0

58 Langkah APN

Berikut ini 58 langkah Asuhan Persalinan Normal diambil dari buku panduan pelatihan klinik APN "Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir" yang diterbitkan oleh Jaringan Nasional Pelatihan Klinik - Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR), Departemen Kesehatan RI, 2008, semoga bermanfaat ya kawan ^_^
58 langkah APN terdiri dari:

I. Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua [1] II. Menyiapkan Pertolongan Persalinan [2] [3] [4] [5] [6] III. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik [7] [8] [9] [10] IV. Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran [11] [12] [13] [14] V. Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi [15] [16] [17] [18] VI. Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
     Lahirnya kepala [19] [20] [21]
     Lahirnya bahu [22]
     Lahirnya badan dan tungkai [23] [24]
VII. Penanganan Bayi Baru Lahir [25] [26] [27] [28] [29] [30] [31] [32] [33] VIII. Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga [34] [35] [36]
     Mengeluarkan plasenta [37] [38]
     Rangsangan taktil (masase) uterus [39]
IX. Menilai Perdarahan [40] [41] X. Melakukan Asuhan Pasca Persalinan [42] [43] [44] [45]
     Evaluasi [46] [47] [48] [49] [50]
     Kebersihan dan keamanan [51] [52] [53] [54] [55] [56] [57]
     Dokumentasi [58]



I. Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua

Langkah 1

Dengarkan, lihat dan periksa gejala dan tanda Kala Dua
  • Ibu merasakan dorongan kuat dan meneran
  • Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
  • Perineum tampak menonjol
  • Vulva dan sfinger ani membuka.

II. Menyiapkan Pertolongan Persalinan

Langkah 2

Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia: tempat tidur datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
  • Gelarlah kain di atas perut ibu, tempat resusitasi dan ganjal bahu bayi
  • Siapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set.

Langkah 3

Kenakan atau pakai celemek plastik.

Langkah 4

Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.

Langkah 5

Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan dalam.

Langkah 6

Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (Gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril. Pastikan tidak terkontaminasi pada alat suntik).

III. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik

Langkah 7

Bersihkan vulva dan perineum, seka dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT
  • Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
  • Buang kapas atau pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
  • Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5% – Langkah 9)

Langkah 8

Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.
  • Bila selaput ketuban dalam belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi.

Langkah 9

Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangah setelah sarung tangan dilepaskan.

Langkah 10

Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/ menit)
  • Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
  • Dokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
     

IV. Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran

Langkah 11

Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya
  • Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan sesuai temuan yang ada
  • Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.

Langkah 12

Pinta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (Bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).

Langkah 13

Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasakan ada dorongan kuat untuk meneran:
  • Bimbing  ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
  • Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai
  • Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
  • Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
  • Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
  • Berika cukup asupan cairan per-oral (minum)
  • Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
  • Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida).

Langkah 14

Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

V. Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi

Langkah 15

Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.

Langkah 16

Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu

Langkah 17

Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan

Langkah 18

Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan

VI. Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi



Lahirnya kepala

Langkah 19

Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil bernapas cepat dan dangkal.

Langkah 20

Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi
  • Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi
  • Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong diantara klem tersebut.

Langkah 21

Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.



Lahirnya bahu

Langkah 22

Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.



Lahirnya badan dan tungkai

Langkah 23

Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.

Langkah 24

Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).

VII. Penanganan Bayi Baru Lahir

Langkah 25

Lakukan penilaian (selintas):
  • Apakah bayi menangis kuat dan/ atau bernapas tanpa kesulitan?
  • Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak bernapas atau megap-megap segera lakukan tindakan resusitasi (Langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksi).

Langkah 26

Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu
  • Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya (tanpa membersihkan verniks) kecuali bagian tangan
  • Ganti handuk basah dengan handuk kering
  • Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu.

Langkah 27

Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak ada bayi lain dalam uterus (hamil tunggal).

Langkah 28

Beritahukan pada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus berkontraksi baik).

Langkah 29

Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).

Langkah 30

Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (dua menit setelah bayi lahir pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.

Langkah 31

Pemotongan dan pengikatan tali pusat
  • Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian lakukan pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) di antara 2 klem tersebut
  • Ikat tali pusat dengan benang DTT/ steril pada satu sisi kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan benang dengan simpul kunci
  • Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.

Langkah 32

Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.

Langkah 33

Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.

VIII. Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga

Langkah 34

Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva.

Langkah 35

Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.

Langkah 36

Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang – atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.
  • Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.

Mengeluarkan plasenta

Langkah 37

Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial)
  • Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
  • Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
    1. Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
    2. Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
    3. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
    4. Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
    5. Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir
    6. Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.

Langkah 38

Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
  • Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.


Rangsangan taktil (masase) uterus

Langkah 39

Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)
  • Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/ masase.
     

IX. Menilai Perdarahan

Langkah 40

Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkah plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.

Langkah 41

Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.

X. Melakukan Asuhan Pasca Persalinan

Langkah 42

Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.

Langkah 43

Beri cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu – bayi (di dada ibu paling sedikit 1 jam)
  • Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
  • Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.

Langkah 44

Lakukan penimbangan/ pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1mg intramuskular di paha kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu – bayi.

Langkah 45

Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian Vitamin K1) di paha kanan anterolateral.
  • Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan
  • Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.


Evaluasi

Langkah 46

Lanjutkan permantauan kontraksi dan mencegah perdarahan per vaginam
  • 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
  • Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
  • Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
  • Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.

Langkah 47

Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.

Langkah 48

Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangann darah.

Langkah 49

Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama 2 jam pertama persalinan
  • Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan
  • Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

Langkah 50

Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-60 kali/ menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,5).



Kebersihan dan keamanan

Langkah 51

Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.

Langkah 52

Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.

Langkah 53

Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

Langkah 54

Pastikan ibu merasa nyaman, Bantu ibu memerikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.

Langkah 55

Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

Langkah 56

Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

Langkah 57

Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan dengan tissue atau handuk yang kering dan bersih.



Dokumentasi

Langkah 58

Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV.
0

ANTI-HIPERTENSI

hai kawan, sudah lama nih gak posting karena sibuk kuliah. berikut saya posting mengenai obat anti-hipertensi, semoga bermanfaat yaa ^_^
BAB II
PEMBAHASAN

A.          Definisi
a.       Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah tekanan darah di atas        140/90mmHg (WHO).
b.       Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik > 140 mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg (Kee & Hayes)
c.       Tekanan Darah (TD) didistribusikan terus menerus, tidak ada definisi absolut untuk hipertensi (Davey)
Obat antihipertensi adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah tingggi hingga mencapai tekanan darah normal.

B.     Patofisiologi
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perjalanan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala, sifatnya nonspesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Kalau hipertensi tetap tidak diketahui dan tidak dirawat, maka akan mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokard, stroke atau payah ginjal. Mekanisme bagaimana hipertensi dapat mengakibatkan kelumpuhan atau kematian berkaitan langsung dengan pengaruh pada jantung dan pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri; akibatnya beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertropi kompensasi akhirnya terlampaui, dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam oleh semakin parahnya aterosklerosis koroner. bila proses aterosklerosis berlanjut maka suplai oksigen miokar berkurang. Kebutuhan miokardium akan meningkat akibat hipertropi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung, akhirnya menyebabkan angina atau infark miokardium. Sekitar separuh kematian karena hipertensi adalah akibat infark miokard atau payah jantung.

C.    Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Penyebabnya
1. Hipertensi Esensial/ Primer
Usia, stress psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90%.
2.  Hipertensi Sekunder
Kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit adrenal. Sekitar 10%.

D.    Pengobatan Farmakologis
1. Diuretik
Bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dan menyebabkan ginjal meningkatkan ekskresi garam dan air.
2.  Antagonis Reseptor- Beta
Bekerja pada reseptor Beta jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.
3.  Antagonis Reseptor-Alfa
Menghambat reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal berespon terhadap rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi.
4.  Kalsium Antagonis
Menurunkan kontraksi otot polos jantung dan atau arteri dengan mengintervensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Penghambat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan denyut jantung. Volume sekuncup dan resistensi perifer.

5.  ACE inhibitor
Berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini menurunkan tekanan darah baik secara langsung menurunkan resisitensi perifer. Dan angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun dengan meningkatkan pengeluaran netrium melalui  urine sehingga volume plasma dan curah jantung menurun.
6.  Vasodilatator

E.     Klasifikasi Obat Anti Hipertensi berdasarkan Tempat Regulasi Utama atau Titik Tangkap Kerjanya
1.      DIURETIK
a.             Furosemide
ü  Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix, uresix.
ü  Sediaan obat : Tablet, capsul, injeksi.
ü  Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke dalam intersitium pada ascending limb of henle.
ü  Indikasi : Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit jantung kongesti, sirosis hepatis, nefrotik sindrom, hipertensi.
ü  Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui
ü  Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
ü  Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek ototoksit meningkat bila diberikan bersama aminoglikosid. Tidak boleh diberikan bersama asam etakrinat. Toksisitas silisilat meningkat bila diberikan bersamaan.
ü  Dosis :       Dewasa 40 mg/hr; Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr

b.            HCT (Hydrochlorothiaside)
ü  Sediaan obat : Tablet
ü  Mekanisme kerja : mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium sehingga volume darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer menurun.
ü  Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Didistribusi keseluruh ruang ekstrasel dan hanya ditimbun dalam jaringan ginjal.
ü  Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal jantung, cirrhosis hati, gagal ginjal kronis, hipertensi.
ü  Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia, hipertensi pada kehamilan.
ü  Dosis : Dewasa 25 – 50 mg/hr; Anak 0,5 – 1,0 mg/kgBB/12 – 24 jam

2.      ANTAGONIS RESEPTOR BETA
a.       Asebutol (Beta bloker)
ü  Nama Paten : sacral, corbutol,sectrazide.
ü  Sediaan obat : tablet, kapsul.
ü  Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan aktivitas renin, menurunka outflow simpatetik perifer.
ü  Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia,feokromositoma, kardiomiopati obtruktif hipertropi, tirotoksitosis.
ü  Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes mellitus, bradikardia, depresi.
ü  Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
ü  Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi bersama insulin. Diuretic tiazid meningkatkan kadar trigleserid dan asam urat bila diberi bersaa alkaloid ergot. Depresi nodus AV dan SA meningkat bila diberikan bersama dengan penghambat kalsium
ü  Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).

b.      Atenolol (Beta bloker)
ü  Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin, internolol.
ü  Sediaan obat : Tablet
ü  Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor di ginjal.
ü  Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia
ü  Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi, bradikardia, syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
ü  Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur, kulit kemerahan, impotensi.
ü  Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia perifer berat bila diberi bersama alkaloid ergot.
ü  Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr

c.       Metoprolol (Beta bloker)
ü  Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok
ü  Sediaan obat : Tablet
ü  Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor beta 1 di ginjal.
ü  Farmakokinetik : diabsorbsi dengan  baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari.
ü  Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
ü  Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pectoris
ü  Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok kardiogenik, gagal jantung tersembunyi
ü  Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, diare
ü  Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya
ü  Dosis : 50 – 100 mg/kg

d.      Propranolol (Beta bloker)
ü  Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral
ü  Sediaan obat : Tablet
ü  Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus simpatetik di pusat vasomotor otak.
ü  Farmakokinetik : diabsorbsi dengan  baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat mudah berikatan dengan protein dan akan bersaing dengan obat – obat lain yang juga sangat mudah berikatan dengan protein.
ü  Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
ü  Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis subaortik hepertrofi, miokard infark, feokromositoma
ü  Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan blok jantung tingkat II dan III, gagal jantung kongestif. Hati – hati pemberian pada penderita biabetes mellitus, wanita haminl dan menyusui.
ü  Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme, agranulositosis, depresi.
ü  Interaksi obat : hati – hati bila diberikan bersama dengan reserpine karena menambah berat hipotensi dan kalsium antagonis karena menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard. Henti jantung dapat terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital, rifampin meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan metabolism propranolol. Etanolol menurukan absorbsinya.
ü  Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan.

3.      ANTAGONIS RESEPTOR ALFA
a.       Klonidin (alfa antagonis)
ü  Nama paten : Catapres, dixarit
ü  Sediaan obat : Tablet, injeksi.
ü  Mekanisme kerja : menghambat perangsangan saraf adrenergic di SSP.
ü  Indikasi : hipertensi, migren
ü  Kontraindikasi : wanita hamil, penderita yang tidak patuh.
ü  Efek samping : mulut kering, pusing mual, muntah, konstipasi.
ü  Interaksi obat : meningkatkan efek antihistamin, andidepresan, antipsikotik, alcohol. Betabloker meningkatkan efek antihipertensinya.
ü  Dosis : 150 – 300 mg/hr.

4.      ANTAGONIS KALSIUM
a.       Diltiazem (kalsium antagonis)
ü  Nama paten : Farmabes, Herbeser, Diltikor.
ü  Sediaan obat : Tablet, kapsul
ü  Mekanisme kerja : menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium melalui slow cannel calcium.
ü  Indikasi : hipertensi, angina pectoris, MCI, penyakit vaskuler perifer.
ü  Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui, gagal jantung.
ü  Efek samping : bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan saluran cerna.
ü  Interaksi obat : menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama beta bloker. Efek terhadap konduksi jantung dipengaruhi bila diberikan bersama amiodaron dan digoksin. Simotidin meningkatkan efeknya.
ü  Dosis : 3 x 30 mg/hr sebelum makan

b.      Nifedipin (antagonis kalsium)
ü  Nama paten : Adalat, Carvas, Cordalat, Coronipin, Farmalat, Nifecard, Vasdalat.
ü  Sediaan obat : Tablet, kaplet
ü  Mekanisme kerja : menurunkan resistensi vaskuler perifer, menurunkan spasme arteri coroner.
ü  Indikasi : hipertensi, angina yang disebabkan vasospasme coroner, gagal jantung refrakter.
ü  Kontraindikasi : gagal jantung berat, stenosis berat, wanita hamil dan menyusui.
ü  Efek samping : sakit kepala, takikardia, hipotensi, edema kaki.
ü  Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker menimbulkan hipotensi berat atau eksaserbasi angina. Meningkatkan digitalis dalam darah. Meningkatkan waktu protombin bila diberikan bersama antikoagulan. Simetidin meningkatkan kadarnya dalam plasma.
ü  Dosis : 3 x 10 mg/hr

c.       Verapamil (Antagonis kalsium)
ü  Nama paten : Isoptil
ü  Sediaan obat : Tablet, injeksi
ü  Mekanisme kerja : menghambat masuknya ion Ca ke dalam sel otot jantung dan vaskuler sistemik sehingga menyebabkan relaksasi arteri coroner, dan menurunkan resistensi perifer sehingga menurunkan penggunaan oksigen.
ü  Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren.
ü  Kontraindikasi : gangguan ventrikel berat, syok kardiogenik, fibrilasi, blok jantung tingkat II dan III, hipersensivitas.
ü  Efek samping : konstipasi, mual, hipotensi, sakit kepala, edema, lesu, dipsnea, bradikardia, kulit kemerahan.
ü  Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker bias menimbulkan efek negative pada denyut, kondiksi dan kontraktilitas jantung. Meningkatkan kadar digoksin dalam darah. Pemberian bersama antihipertensi lain menimbulkan efek hipotensi berat. Meningkatkan kadar karbamazepin, litium, siklosporin. Rifampin menurunkan efektivitasnya. Perbaikan kontraklitas jantung bila diberi bersama flekaind dan penurunan tekanan darah yang berate bila diberi bersama kuinidin. Fenobarbital nemingkatkan kebersihan obat ini.
ü  Dosis : 3 x 80 mg/hr

5.      ACE INHIBITOR (penghambat enzim konversi angiotensin)
a.       Kaptopril
ü  Nama paten : Capoten
ü  Sediaan obat : Tablet
ü  Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga menurunkan angiotensin II yang berakibat menurunnya pelepasan renin dan aldosterone.
ü  Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
ü  Kontraindikasi : hipersensivitas, hati – hati pada penderita dengan riwayat angioedema dan wanita menyusui.
ü  Efek samping : batuk, kulit kemerahan, konstipasi, hipotensi, dyspepsia, pandangan kabur, myalgia.
ü  Interaksi obat :  hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Tidak boleh diberikan bersama dengan vasodilator seperti nitrogliserin atau preparat nitrat lain. Indometasin dan AINS lainnya menurunkan efek obat ini. Meningkatkan toksisitas litium.
ü  Dosis : 2 – 3 x 25 mg/hr.

b.      Lisinopril
ü  Nama paten : Zestril
ü  Sediaan obat : Tablet
ü  Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone.
ü  Indikasi : hipertensi
ü  Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, wanita hamil, hipersensivitas.
ü  Efek samping : batuk, pusing, rasa lelah, nyeri sendi, bingung, insomnia, pusing.
ü  Interaksi obat : efek hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretic. Indomitasin meningkatkan efektivitasnya. Intoksikasi litium meningkat bila diberikan bersama.
ü  Dosis : awal 10 mg/hr
c.       Ramipril
ü  Nama paten : Triatec
ü  Sediaan obat : Tablet
ü  Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone.
ü  Indikasi : hipertensi
ü  Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, hipersensivitas. Hati – hati pemberian pada wanita hamil dan menyusui.
ü  Efek samping : batuk, pusing, sakit kepala, rasa letih, nyeri perut, bingung, susah tidur.
ü  Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Indometasin menurunkan efektivitasnya. Intoksitosis litiumm meningkat.
ü  Dosis : awal 2,5 mg/hr

6.      VASODILATOR
a.       Hidralazin
ü  Nama paten : Aproseline
ü  Sediaan obat : Tablet
ü  Mekanisme kerja : merelaksasi otot polos arteriol sehingga resistensi perifer menurun, meningkatkan denyut jantung.
ü  Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
ü  Kontraindikasi : gagal ginjal, penyakit reumatik jantung.
ü  Efek samping : sakit kepala, takikardia, gangguan saluran cerna, muka merah, kulit kemerahan.
ü  Interaksi obat : hipotensi berat terjadi bila diberikan bersama diazodsid.
ü  Dosis : 50 mg/hr, dibagi 2 – 3 dosis.
Back to Top Enjoy to My Blog, Guyss!^^